Kamis, 24 Juni 2010

makalah makelar

I. PENDAHULUAN
Makelar merupakan salah satu pekerjaan yang menawarkan jasa, yaitu menjadi perantara perdagangan atau yang lainnya, dengan imbalan berdasarkan kesepakatan diantara keduanya, Kehadiran makelar di tengah-tengah masyarakat, terutama masyarakat modern sangat dibutuhkan untuk memudahkan dunia bisnis (dalam perdagangan, pertanian, perkebunan, industri, dan lain-lain). Sebab tidak sedikit prang yang tidak pandai tawar menawar tidak mengetahui cara menjual atau membeli barang yang diperlukan, atau tidak ada waktu untuk mencari atau berhubungan langsung dengan pembeli atau penjual.
Sedang tinju merupakan salah satu olahraga yang sangat berbahaya karena diantara kedua petinju yang bertanding ada keinginan untuk salaing mengalahkan.
Mengenai bagaimana sebenarnya pekerjaan makelar di mata Islam, dan bagaiman hukum tinju menurut Islam, penulis akan memaparkan dalam bab yang selanjutnya.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Penjelasan Tentang Makelar
B. Penjelasan tentang Akad Bagi Hasil
C. Adu Tinju Menurut Hukum Islam

III. PEMBAHASAN
A. Penjelasan Tentang Makelar
Makelar (samsarah, bhs. Arab) ialah pengantara perdagangan (prang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli.
Jelaslah, bahwa makelar merupakan profesi yang banyak menfaatnya untuk masyarakat terutama bagi para produsen, konsumen,dan bagi makelar sendiri. Profesi ini dibutuhkan oleh masyarakat sebagaimana profesi-profesi yang lain.
Pekerjaan makelar menurut pandangan Islam adalah termasuk akad ijarah, yaitu suatu barang misalnya rumah, atau orang, misalnya pelayan, atau pekerjaan/keahlian seorang ahli misalnya jasa pengacara, konsultan, dan sebagainya dengan imbalan.
Karena pekerjaan makelar itu termasuk ijaroh, maka untuk sahnya pekerjaan makelar
Ini harus memenuhi beberapa syarat, antara lain sebagi berikut
1. Persetujuan kedua belah pihak (perhatikan Al-Qur'an surat an-Nisa ayat 29)
2. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
3. Objek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram, misalnya mencarikan kasino, porkas, dan sebagainya.
Makelar harus besikap jujur, ikhlas, terbuka, dan tidak melakukan penipuan dan bisnis yang haram dan yang syubhat (yang tidak jelas halaUharamnya). la berhak menerima imbalan setelah berhsil memenuhi akadnya, sedangkan pihak yang menggunakan jasa makelar harus segera memberikan imbalannya.
Jumlah imbalan yang harus diberikan kepada makelar adalah menurut perjanjian, sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 1:
                    •     

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[388]. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.

[388] Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.

Apabila jumlah imbalannya tidak ditentukan dalam perjanjian, maka hal ini dekembalikan kepada adat-istiadat yang berlaku di masyarakat. Misalnya di Indonesia menurut tradisi, makelar berhak menerima imbalan antara 2,5% sampai 5%, tergantung kepada jumlah transaksi. Bila transaksi jual beli kurang dari Rp. 1.000.000,00 imbalannya 5%, sedangkan transaksi yang lebih dari Rp. 1000.000,00 imbalannya cukup 2,5%.
Muamalah dengan memakai adat-istiadat atau hukum adat itu debenarkan oleh Islam berdasarkan kaidah hukum Islam:
اَلعَــــــــادَةُ مُحَــكَّـمَةٌ

Artinya: adat kebiasaan itu diakui sebagai dasar hukum
Tetapi kaidah hukum ini perlu diberi catatan, yaitu "selama adat kebiasaan\ atau hukum adat itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip al-Qur'an dan as ¬Sunnah". Misalnya islam tidak membenarkan anak angkat sebagai ahli waris harts peninggalan dari orang tua angkatnya (perhatikan surat al-Ahzab ayat 4-5), sekalipun hukum adat di Jawa Tengah misalnya, memberi hak waris kepada anak angkat.

B. Penjelasan tentang Akad Bagi Hasil
Akad bagi basil yang akan dibahas disini ads dua, yaitu musaqah dan muzara'ah, namun untuk memudahkan, penulis akan menjelaskan berdasarkan contoh secara langung, yaitu
Akad bagi basil tanaman, sbb
Musaqah ialah kerjasama antara pemilik potion dengan pemelihara potion dengan perjanjian bagi basil, yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama.
Tugas dan kewajiban pemelihara pohon ialah sebagaimana dikatakan oleh imam Nawawi: menyiram, membersihkan saluran air, membersihkan rumput di sekitarnya, membasmi hams, dan sebagainya.7
Muzara'ah, ialah kerjasama antara pemilik tanah dengan penggarap tanah dengan perjanjian bagi hash yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama, tetapi pada umumnya hasilnya paroan (jawa), untuk pemilik tanah dan penggarap tanah.
Sisitem muzara'ah ini lebih menguntungkan dibanding dengan ijarah (sewa tanah), baik bagi pemilik tanah maupun penggarapnya. Sebab pemilik tanah bisa memperoleh bagian dari bagi hash ini, yang harganya lebih banyak dari uang sewa tanah, sedangkan bagi penggarap tidak banyak menderita apabila gagal panen.
Sedangkan mengenai hak dan kewajiban mesing-masing dari pemilik dan penggarap, diatur berdasarkan musyawarah.
Dari uraian diatas kits dapat mengetahui persamaan dan perbedaan diantara keduanya, persamaannya adalah sama-sama akad (perjanjian) bagi hash, sedangakan perbedaannya ialah dalam musaqah, tanaman sudah ada, tatapi memerlukan tenaga kerja yang memelihara, sedangkan di dalam muzara'ah tanaman di tanah belum ada. Tanahnya masih harus digarap dulu oleh penggarapnya.

C. Adu Tinju Menurut Hukum Islam
Suatu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri, bahwa tinju merupakan salah satu cabang olah raga yang banyak ditonton oleh banyak orang dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat awan sampai para pejabat pemerintahan. Baik tinju amatir maupun profesional. Namun dibalik semua itu, disadari atau tidak bahwa tinju itu adalah olah raga yang sangat berbahaya. Sebab pukulan-pukulan para petinju itu sangat beresiko, apalagi kalau pukulannya mengenai bagian-bagian tubuh yang sangat rawan, maka akibatnya bisa fatal. Misalnya parkison yang dialami petinju Muhammad Ali, putus jaringan otak yang bisa berakibat kelumpuhan, atau bahkan sampai kematian.
Melihat resiko akibat pukulan tinju demikian hebatnya, maka dikalangan kedokteran ada yang pro dan ada pula yang kontra terhadap tinju. Dan pihak yang kintra menyarankan agar tinju dinyatakan terlarang. Bahkan ada negara yang melarang pertandingan tinju di negerinya, seperti Inggris kabarnya. Dan pernah pula terjadi unjuk rasa di Inggris untuk menentang adanya tinju itu.
Lalu bagaimana tinju menurut hukum islam? Masalah tinju adalah ternasuk masalah ijtihadiyah, karena tiadanya nash yang sharih (penjelasan yang kongkret) dari al-Qur’an dan Sunnah mengenai hukumnya.
Menurut hemat penulis, tinju itu terutama yang profesional dilarang oleh islam berdasarkan dalil-dalil syar’i antara lain sebagai berikut:
1) Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 195:
            •    
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

2) Ayat ini mengingatkan manusia agar tidak gegabah berbuat sesuatu yang bisa berakibat fatal bagi dirinya, padahal tinju itu bisa membawa maut, kelumpuhan, patah tulang, dan penderitaan lain yang luar biasa seperti parikson.
3) Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30, At-Tin ayat 4, dan Al-Isyra’ ayat 70 menunjukan, bahwa manusia itu adalah makhluk Tuhan yang tertinggi di antara semua makhluk Tuhan lainnya, oleh karena itu seyogianya, manusia menjaga martabatnya jangan sampai merendahkan dirinya seperti binatang yangmay di adu dengan bayaran agar mau saling membantai lewat pertarungan tinju yang tidak manusiawi
4) Ditinjau dari hukum fikih, bahwa tinju itu bisa diharamkan apabila motivasi dari kedua petinju itu adalah saling membantai, dan saling menjatuhkan agar bisa mendapat kemenangan, dan dari kemenangan tersebut seorang petinju merasa dirinya adalah hebat, dan tidak jarang dari mereka menyombongkan dirinya.
5) Alasan mengapa islam melarang tinju terutama yang prifesional, ialah karena sangat berpotensi untuk menjadi sarana perjudian yang sudah tentu mempunyai dampak yang sangat negatif bagi para pecandu judi khususnya dan masyarakat pada umumnya.



IV. KESIMPULAN
Pekerjaan makelar menurut pandangan islam adalah termasuk akad ijarah, karena pekerjaan makelar itu termasuk ijaroh maka untuk syahnya pekerjaan itu harus memenuhi beberapa syarat, antara lain sebagia berikut:
1. Persetujuan kedua belah pihak (perhatikan Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 29)
2. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan
3. Objek akad bukan hal-hal yang maksiat atau haram, misalnya mencarikan kasino, porkas, dan sebagianya.
Jumlah imbalan yang harus diberikan kepada makelar adalah menurut perjanjian. Apabila jumlah imbalan tidak ditentukan dalam perjanjian, maka hal ini dikembalikan kepada hukum adat yang berlaku di masyarakat setempat.
Sedangkan mengenai hukum tinju menurut hukum islam, terutama yang profesional dilarang oleh islam berdasarkan dalil-dalil syar’i sebagaimana tersebut diatas

V. PENUTUP
Demikianlah makalah kami susun, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak sekali kekurangan, baik dari segi penyusunan.maupun segi tata bahasa, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan makalah kedepannya. Semoga dibalik segala kekurangan yang ada, makalah ini tetap memberikan manfaat bagi kita semua, amin.








DAFTAR PUSTAKA

Al-Suyuti, Al-Asybah Wa Al Nadzir, Mesir: Mustafa Muhammad, 1936,
Poerwadarminta, W. J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarata : Balai Pustaka, 1976.
Sabiq, Sayid, Fiqh Al-Sunnah, vol.III, Libanon, Darul Fikar, 1981.
Zuhdi, Masyfuk, Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo, 1990.
ma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar